Browse » Home » Alam,Wisata » Taman Lumut Di Cibodas
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki tingkat penyebaran jenis lumut yang sangat tinggi. Namun, informasi itu masih belum tereksploitasi secara penuh. Akibatnya, pengetahuan mengenai lumut dan keanekaragamannya di Indonesia masih relatif kurang.
Atas dasar kenyataan itulah Kebun Raya Cibodas-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (KRC-LIPI) di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur berupaya menggali potensi dan mengenalkan keanekaragaman jenis lumut kepada masyarakat. Apalagi, sesuai dengan tugas konservasi, KRC- LIPI juga melindungi dan memperbanyak jenis lumut tertentu. Salah satu upaya mengenalkan berbagai jenis lumut tersebut di antaranya dengan membuat taman tematik.
Taman lumut tematik tersebut ditata sedemikian rupa. Penataannya juga cukup unik sekaligus memesona. Rancangan cultivated landscape diterapkan melalui pembentukan terasering atau petak-petak dibatasi jalan dan kolam kecil. Ada pula yang membentuk miniatur Gunung Gede-Pangrango. Peta KRC, lantai hutan, dan telaga/sungai seluruhnya ditumbuhi lumut. Media tumbuh lumutnya pun beragam. Ada yang menempel pada batang pohon, bebatuan, tembok, dan tanah.
Lokasi taman lumut tersebut cukup mudah dijangkau oleh pengunjung yang datang ke KRC. Jaraknya hanya enam ratus meter dari pintu gerbang KRC, bisa ditempuh dengan jalan kaki selama lima belas menit. Taman lumut itu terletak di wilayah I, sebelah barat koleksi paku-pakuan dan bersebelahan dengan koleksi bunga bangkai titan arum (Amorphophallus titanum).
Bryophyta Garden alias Taman Lumut yang ada di lingkungan KRC-LIPI merupakan taman lumut pertama di Indonesia. Malah, keberadaan taman lumut tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara tropis pertama di dunia yang memiliki taman lumut luar ruang (outdoor) dengan jumlah koleksi ratusan.
Botanic Gardens Conservation International (BGCI), lembaga amal bagi konservasi tanaman yang bermarkas di London, Inggris, menyebutkan bahwa Taman Lumut KRC-LIPI tercatat sebagai taman lumut terbesar dengan jumlah koleksi lumut terbanyak di dunia. Memang, ada beberapa negara yang juga memiliki taman lumut, seperti Jepang (Taman Lumut Kokedera, Kyoto) dan India (The National Botanical Research Institute). Namun, areal tamannya tidak seluas yang ada di KRC. Koleksi lumutnya pun relatif terbatas.
Menurut Kepala Subbagian Tata Usaha KRC-LIPI Solehudin, taman lumut itu mulai dirintis pada tahun 2004 dan diresmikan tahun 2006 lalu. Tamannya dinamakan Taman Lumut karena difungsikan untuk mengoleksi berbagai jenis lumut. Luas lahan Taman Lumut, pada tahap pertama, mencapai luas 1.300 meter persegi. Setelah terus dikembangkan, kini luas taman sudah mencapai dua ribu meter persegi. Dengan luas lahan tersebut, nantinya diharapkan taman itu bisa menampung 1.500 jenis lumut, jumlah lumut yang diperkirakan hidup di seantero negeri.
Saat ini, Taman Lumut KRC-LIPI baru mengoleksi 235 jenis lumut. Delapan puluh persen lumut berasal dari kawasan KRC, sisanya hasil eksplorasi dari beberapa tempat. Koleksi lumut itu terbagi ke dalam tiga kelompok, yaitu lumut hati (Hepaticopsida), lumut tanduk (Anthocerotopsida), dan lumut sejati (Bryopsida).
Soleh mengatakan, sebenarnya ada beberapa negara subtropis yang juga memiliki taman/koleksi lumut. Namun, taman yang dimiliki negara-negara tersebut berada di dalam ruangan (indoor). "Kalau Taman Lumut KRC adanya di luar ruangan atau outdoor, sehingga menjadi taman/koleksi lumut outdoor pertama di dunia. Jumlah koleksi lumutnya juga paling banyak dibandingkan dengan taman lumut sejenis di negara lain," ujarnya.
pembuatan taman lumut, kata Soleh, diawali dengan pencarian material dan percobaan penanaman ke dalam pot-pot koleksi. Material pertama sekitar enam jenis lumut, diambil dari lokasi Pasir Kaca, Pasir Karamat, dan kawasan Gunung Salak. Setelah itu dilakukan pencarian di kawasan Kebun Raya Cibodas. Koleksi kian bertambah setelah dilakukan eksplorasi ke sejumlah tempat, seperti Gunung Mandalawangi, Gunung Gede-Pangrango, Gunung Geulis, Gunung Salak, Gunung Slamet, hingga ke daerah Jambi dan Kalimantan Tengah.
Taman lumut dibuat dengan fokus untuk sarana pendidikan, penelitian, pengembangan, dan rekreasi. Selain itu, pembuatan taman lumut merupakan salah satu upaya meningkatkan nilai konservasi keanekaragaman jenis lumut dan apresiasi masyarakat terhadap lumut itu sendiri.
"Penataan taman lumut ini dibuat sedemikian rupa, di antaranya berupa miniatur Gunung Gede-Pangrango, peta KRC, lambang LIPI, lantai hutan, dan telaga/sungai yang seluruhnya ditumbuhi lumut," katanya.
Humas KRC-LIPI Tatang Pranata mengatakan, penanaman dan media tumbuh koleksi lumut memang disesuaikan dengan habitat alaminya. Misalnya, lumut Epifit yang biasa tumbuh di pohon dibiarkan/dirancang dapat tumbuh melekat pada pohon inangnya. Demikian pula dengan beberapa jenis lumut yang biasa tumbuh pada batang pohon, akar pohon yang keluar ke permukaan tanah, atau di permukaan daun. Jamaknya, jenis-jenis lumut seperti ini sudah tumbuh di pohon yang ada di taman lumut.
Koleksi Bryophyta di Taman Lumut sekarang terdiri atas 49 suku, 107 marga, dan 235 jenis yang telah diidentifikasi. Koleksi itu masing-masing terbagi lagi menjadi beberapa kelompok (kelas). Kelas lumut hati terdiri atas 14 famili dan 20 marga, lumut hati berdaun 9 suku dan 14 marga, dan lumut hati Bertalus memiliki 5 suku dan 6 marga. Kelas lumut tanduk hanya 1 jenis (suku dan marga), sedangkan kelompok yang jumlahnya paling banyak adalah lumut sejati, terdiri atas 34 suku 86 marga.
Menurut Tatang, pembuatan taman lumut sekaligus memperkuat fungsi dan tugas utama KRC dalam bidang konservasi. Selain koleksi hidup yang ada di taman, KRC juga mengoleksi lumut untuk spesimen kering yang akan disimpan di herbarium KRC.
Dengan keunikannya, diharapkan keberadaan taman lumut tematik bisa menarik perhatian masyarakat. Apalagi KRC juga ingin menunjukkan dua sisi unik dari tumbuhan ini, yaitu sisi artistik lumut yang memiliki keindahan dan sisi ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, kata Tatang, pihaknya mengharapkan taman tematik dapat berkontribusi sebagai sarana pendidikan, penelitian, pengembangan, sekaligus rekreasi. "Mudah-mudahan apresiasi masyarakat terhadap lumut meningkat," katanya. (Yusuf Adji/"PR")
sumber : http://ahmadheryawan.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar